BLOG INI BERISI ARTIKEL UNTUK BERBAGI INFORMASI SEPUTAR PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN...SEMOGA BERMANFAAT

Kamis, 28 Juni 2012

Jalan Menuju WCU yang Realistis


Banyak universitas di Indonesia mendambakan ingin menjadi salah satu World Class University (WCU), sebagai bukti bermutu dan memiliki reputasi

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, saat itu Prof. Dr. Fasli Jalal, Ph.D diundang dalam salah satu pertemuan Majelis Wali Amanah IPB di Le Meridien Hotel Jakarta, Menurut Dirjen “Karena tidak semua universitas Indonesia merupakan comprehensive university, maka tidak semuanya harus bersaing dalam pemeringkatan THE-QS. Masih banyak modalitas lain yang bisa dimanfaatkan dan itu cukup ramah dan bisa dikerjakan sekarang

Sesungguhnya di negara-negara Eropa, pemeringkatan tidak menjadi isu bagi mereka. Sekarang baru menjadi isu politik mereka. Kalau mereka menggeliat dan ikut berlomba, kita bisa hilang seratus peringkat. Ketimbang bersaing di rating THS-QS yang sangat kompetitif dan fluktuatif ini, Dirjen menawarkan langkah yang realistis.


Menurut Dirjen menekuni webometric jauh lebih realistis bagi perguruan tinggi Indonesia, terutama yang bukan comprehensive university. Webometrics (sebuah lembaga pemeringkatan yang berpusat di Madrid, Spanyol yang didirikan atas inisiatif Cybermetrics lab, sebuah kelompok penelitian yang dimiliki Consejo Superior de Investigaciones Cientificas (CSIC) sebuah lembaga penelitian terbesar di Spanyol) ini hanya focus pada  pemanfaatan ICT, pengembangan Website perguruan tinggi sebagai proxinya.

Ada empat unsur penilaian yang ditetapkan oleh Webometrics, yaitu visibilitas (V) yang menghitung berapa banyak link eksternal yang terkandung website tersebut, ukuran (S) yang menghitung jumlah halaman yang tertangkap oleh mesin pencari seperti google, yahoo, live search dan exalead. Kemudian juga dihitung dari kekayaan file (R), yakni berapa banyak file jenis PDF (adobe acrobat), "Adobe PostScript", "Word Document", dan PPT (Presentation Document), serta "Scholar" (Sc) yang diambil dari data situs mesin pencari seperti disebutkan diatas terkait dengan tulisan-tulisan ilmiah dari perguruan tinggi bersangkutan.

Menurut Dirjen, buat rencana yang matang untuk mencapai ini,  bagi saja diri, siapa yang bertanggungjawab mengerjakan apa. Dan ini tidak muluk-muluk. Perguruan tinggi Indonesia bisa mengerjakan ini. Disiplinkan dosen untuk selalu menguploud dan mengupdate kekayaan filenya. Undang semua dosen, mahasiswa, dan alumni untuk selalu heating di website tersebut.

Kedua, yang bisa dilakukan seperti sudah dimulai oleh Dikti terhadap 30 universitas Indonesia yang berminat adalah mengisi satu pola yang ditawarkan oleh  QS Star. Mereka membuat benchmark sebuah pengelolaan perguruan tinggi yang baik dengan segala syaratnya melalui pembintangan. Perguruan tinggi akan dinilai berbintang lima kalau memenuhi semua kategori. Kalau belum memenuhi bintang lima, dia mungkin bintang empat dan seterusnya. Seperti hotel, ada bintang lima, empat, tiga dst. Benchmarknya adalah kepada dirinya sendiri, tanpa dipengaruhi oleh naik turunnya posisi orang lain.

“Dikti sudah menfasilitasi untuk tahun 2009 ini 30 universitas Indonesia untuk mengikuti program QS Star ini. Tahun 2010 Dikti akan menfasilitasi sebanyak 150 Universitas lagi. Ini sifatnya demand driven. Pengumumannya dapat diakses langsung melalui website Dikti, Kelembagaan.”, Kata Dirjen

Ketiga, rencanakan berapa orang staf satu perguruan tinggi harus hadir di berbagai forum internasional, berdasarkan penelitian yang dilakukan. Kalau bisa mereka berpidato di Plenary, paling tidak di pembukaan sessi. Di list betul siapa mereka itu yang jago berkompetisi di forum internasional. Mereka akan melambungkan nama institusi satu perguruan tinggi.

Keempat, dalam merencanakan pengirimana kandidat Ph.D, pastikan mereka belajar di universitas dengan program studi terbaik dunia. Minta Profesor terbaik di prodi itu menjadi pembimbing mereka.

Sejalan dengan itu, rencanakan siapa dari ribuan peer review yang harus diundang dalam  forum ilmiah perguruan tinggi Indonesia. Pasti ini menjadi rahasia THS-QS, tapi biasanya mereka adalah tokoh-tokoh yang mendominasi bidang ilmu.  Kita gunakan berbagai modalitas untuk mendatangkan mereka. Kita gunakan dana-dana CSR perusahaan. Kalau misalnya ada pihak lain yang kebetulan mendatangkan mereka ke Indonesia, manfaatkan untuk datang langsung ke univesitas kita.

Bantu staf kita yang sedang melakukan penelitian dan menuliskan karyanya untuk diterbitkan di Jurnal peer review internasional. Perguruan tinggi bisa melakukan kerjasama dengan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) untuk menfasilitasi publikasi jurnal Internasional ini.

Dalam konteks itu, menurut Dirjen, perguruan tinggi sudah harus memikirkan secara jernih topik-topik penelitian apa yang sungguh-sungguh harus dibiayai. Riset disainnya seperti apa dan tidak mengulang-ulang. Cari isunya yang frontier research, state of the art ilmu yang dikerjakan secara cluster penelitian, bukan lagi sibuk dengan riset-riset kecil. Indonesia ini adalah ladang isu yang tidak pernah kering untuk dianalisa. Semoga.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar